Sebut aja dia...
aku ketemu dia 6 tahun yang lalu di Pantai Malimbu, Lombok.
aku masih ingat, bagaimana pertama kali ia menjabat tanganku, menyebut nama temannya sebagai dirinya.
aku pun sedang menjabat tangannya sebagai temanku. temanku enggan berkenalan dengan pemilik nama asli yang digunakannya. kata temanku, orangnya jelek. udik lagi.
aku sih senyum aja. aku tidak terlalu memikirkan bagaimana penampilan seseorang...
setelah sekitar seminggu berlalu, ia menceritakan kenyataan yang sebenarnya. dengan aku yang memulai bercerita jujur. aku kecewa, tapi aku tau iapun kecewa.
sejak saat itu, aku mengenalnya lebih jauh, komunikasi berjalan lancar, sampai, aku bertemu kembali...
pertemuan yang tak pernah bisa aku lupakan. dimana aku bisa kembali menjabat tangannya sebagai dia. bukan orang lain (lagi). akupun telah bisa memperkenalkan diriku sendiri, secara nyata.
dia... dia anak bungsu dari 3 bersaudara, anak laki-laki satu satunya, anak kesayangan bundanya. anak lelaki pemalu yang punya cita-cita menjadi seorang gitaris handal, meski hanya dengan belajar otodidak. anak lelaki yang punya seribu cara membuat orang lain tertawa dan merasa nyaman di dekatnya. punya gaya bicara yang menarik, kulit putih dengan dua bola mata besarnya dan tubuh kurus tinggi.
aku mulai intens berkomunikasi dengannya. atau sekedar bertemu dan di antarkannya pulang usai sekolah. ah! cinta masa SMA :")
berada satu sekolah dengannya itu hal yang sangat menyenangkan ! bisa sekedar bertatap saat berpapasan di kantin, saling melempar senyum di tangga, mencuri pandang saat ia berjalan di koridor, ah ! aku benar-benar bahagia !
6 tahun yang lalu... ketika bahagia terus terukir, tawa terus terdengar...
setelah terlalu sering melempar senyum kecil, ia mulai berani menyapaku di depan teman-temanku, mencariku ke kelas, mengajakku ngobrol di saat istirahat sekolah... mengajakku pulang bersama, menantiku pulang meski aku pulang lebih lama... ah ! ia semakin mengukir senyum di wajahku!
ia selalu penuh tawa, seakan hidupnya tak punya beban. bukan tak punya, tapi tak ada. hidupnya selalu berwarna, sampai akhirnya, ia kehilangan pria yang paling ia cintai, Ayahnya. Ayahnya pergi selama-lamanya. menutup matanya, menghembuskan napasnya yang terakhir karena penyakit yang dideritanya sejak lama. kehilangan Ayahnya membuat ia begitu terpukul. kehilangan menghapus tawanya. menghapus ia yang dulu ku kenal... ia mulai banyak diam, tak banyak komentar dan jarang terlihat di sekolah. sudah tak lagi seperti dulu...
aku pun merasa ia telah hilang. aku tak mau ia hilang. aku ingin ia kembali. kemudian aku mencarinya. aku menghubunginya, handphone nya tidak aktif. aku menunggunya di kantin, ia tak kunjung muncul. aku menantinya melewati koridor, ia tak terlihat... kemudian aku mencarinya ke kelasnya, ia tak ada. kata teman-temannya, sudah seminggu ini ia tak masuk sekolah. aku khawatir. aku ingin ia kembali...
aku mulai berusaha lebih jauh. ku hubungi semua teman rumahnya, kata mereka, ia tak pernah main lagi, sejak hari itu...
aku merasa tidak pantas jika aku mencarinya ke rumah. apalagi saat suasana masih duka. aku tau ia sedang sangat terpukul. begitu pula keluarganya.
"kamu apa kabar?" sms masuk ke handphone ku. dia menghubungiku !
aku segera meneleponnya. ada getar suara lemah dari seberang sana. air mataku jatuh. perasaanku tak menentu. aku rindu padanya, aku sedih mendengarnya begitu lemah, aku bahagia ia masih mengingatku, ah ! aku tak pernah mendengarnya selemah ini. yang aku tau, ia pria kuat ! ingin hati memeluknya...
"aku boleh main ke rumahmu?" katanya dari seberang sana.
"kapan? main aja gak papa."
"nanti sore ya?"
"iya. skrg km istirahat aja nanti aku bangunin. oke?"
"iya. skrg km istirahat aja nanti aku bangunin. oke?"
"iyaudah. Assalamu'alaikum..."
"Waalaikumsalam..." klik ! kuputus sambungan telepon.
aku telah menceritakan hal ini pada Bunda, Bunda dan aku sempat ke rumahnya untuk berkabung. namun aku tak melihatnya malam itu... ku beritau Bunda bahwa sore ini ia akan datang. Bunda seperti menyambut dengan tangan terbuka.
sore itu...
"Assalamu'alaikum..."
"Waasalikum salam... eh anakku !!!" Bunda segera memeluknya dengan erat, seakan tak mau kehilangan lagi anaknya. disana aku mengerti, Bunda begitu menyayanginya...
Bunda segera memaksanya masuk, ah aku baru tau Bunda menitikkan air matanya...
"kenapa semakin kurus, nak? anak Bunda nanti berkurang gantengnya. yang gemuk supaya bisa gendong Mama..." ah Bunda, ia baru datang. kenapa sudah di hujam dengan banyak kalimat?
aku menatapnya, mataku berkaca-kaca, ia tersenyum, air matanya jatuh kemudian langsung di hapusnya...
memang, Bunda sangat menyayanginya. entah apa yang ada dipikiran Bunda, Bunda begitu jatuh hati di pandangan pertama padanya. seharusnya kan yang jatuh hati aku, bukan Bunda. hahaha
hari itu, ia berbincang banyak denganku dan Bunda. aku sudah bisa melihatnya kembali tertawa. Terimakasih Allah, kau masih simpan ia yang dulu untukku. aku tau, ia pasti kembali...
mulai hari itu, aku kembali intens berkomunikasi dan bertemu dengannya. tidak, kami lebih intens lagi dari sebelumnya...
sampai akhirnya, ia memintaku menjadi kekasihnya... butuh waktu panjang untuk menjawabnya. bertemu intens dan berkomunikasi baik bukan berarti aku kemudian dengan mudah menjawabnya. tidak. bahkan begitu sulit. aku takut jawabanku akan membuatku kehilangannya...
berhari hari aku berfikir, sampai akhirnya, aku memutuskan jawabanku. berat, sangat berat untuk mengungkapkannya. bahkan aku menitikkan air mata ketika hendak memutuskan hal ini. aku begitu takut kehilangannya. ketakutanku begitu besar, begitu membuatku bimbang. aku berharap, ini jawaban yang terbaik.
"lalu, bagaimana?" katanya, sambil menatapku, dalam...
"...."
"hey... bagaimana?" katanya melihatku hanya diam dan menunduk. tak berani menatapnya.
"aku... aku mencintaimu.." dipeluknya erat tubuhku, aku terdiam... semakin dalam rasaku tak ingin kehilangannya...
hampir setahun bersama, ia memintaku ikut pulang bersamanya, mengenal keluarganya lebih dekat, memeluk Mamanya lebih erat, berbincang dengan saudari-saudarinya lebih akrab... aku tak punya banyak komentar, mereka memang keluarga yang hangat :") keramahan mereka, kenyamananku berada di tengah mereka, tak akan pernah ada tandingannya. mereka membuatku merasa berada di rumah, aku berdo'a, semoga suatu hari nanti aku bisa menjadi bagian dari mereka, agar aku dan mereka bisa menjadi kami :")
hampir setahun bersama, ia memintaku ikut pulang bersamanya, mengenal keluarganya lebih dekat, memeluk Mamanya lebih erat, berbincang dengan saudari-saudarinya lebih akrab... aku tak punya banyak komentar, mereka memang keluarga yang hangat :") keramahan mereka, kenyamananku berada di tengah mereka, tak akan pernah ada tandingannya. mereka membuatku merasa berada di rumah, aku berdo'a, semoga suatu hari nanti aku bisa menjadi bagian dari mereka, agar aku dan mereka bisa menjadi kami :")
hampir 2 setengah tahun ku lalui bersamanya, sampai aku menginjak puncakku sebagai anak sekolah. kelas 3 SMA.. aku mulai sibuk, mulai jarang menghubunginya, mulai jarang menemuinya. aku merasa bersalah, tapi aku merasa kewajibanku harus dipenuhi. ujian nasional bukan main-main. tidak ada pengulangan. aku harus lulus dengan baik agar tak menyusahkan orang tuaku. aku merindukannya, tapi kegiatanku benar-benar padat dan tak bisa aku tinggalkan.
sampai akhirnya...
aku mendengar kabar bahwa kakakku tengah melayangkan tinju ke wajahnya, sampai ia jatuh terjungkal. aku kaget setengah mati. tak berani kuceritakan pada Bunda. kemudian ku tanyakan hal yang terjadi pada kakakku. kata kakakku, kakakku memergoki dia sedang berduaan dengan gadis lain, dan ia berselingkuh... hatiku sakit. aku kecewa. apalah arti 2 setengah tahun bersama jika hanya ada pengkhianatan seperti ini. aku diam saja, aku tak mau kakak tau aku sedih dan terluka. bisa bisa kakak membunuhnya. aku kembali ingat akan ketakutanku...
kemudian aku mulai menghindarinya...
menghilang dari kehidupannya, sampai aku selesai menempuh Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). aku lulus di PTN di Surabaya. aku harus meninggalkannya... sampai sehari sebelum keberangkatanku, aku menghubunginya... setelah sejak lama aku mengganti no handphone ku, meminta Bunda mengatakan aku tak ada di rumah setiap ia mencariku, dan terus menghindar.
aku menceritakan segalanya, yang terjadi selama aku menghindar dan mengapa aku menghindar.
malam itu, ia datang ke rumahku, aku menangis sejadinya sebelum sosoknya muncul di depan rumahku.
malam itu, ia datang... rapi, dia bahkan terlihat lebih matang :")
ia memelukku erat, kemudian aku merasakan ada air mata menetes di pundakku, ia menangis....
ah ! aku berusaha tetap tegar. ku lepas pelukannya. aku taku aku tak pantas mendapatkannya dan iapun tak pantas lagi melakukannya. aku hanya tersenyum dan mengajaknya masuk.
aku tau, malam itu malam terakhir aku bisa memandangnya, sebelum jarak terbentang lebih jauh memisahkan kita.
aku tau ia sangat kecewa padaku. akupun tau telah mengecewakannya dengan caraku. mataku panas. ingin rasanya berteriak namun tetap ku redam dengan senyumku. meski terlihat begitu terpaksa. aku tau ini lebih baik daripada harus menangis menyesali yang telah terjadi...
itulah malam terakhir aku memandangnya, lekat. tapi aku harus menatapnya menitikkan air mata, sakit.
esok paginya...
ia datang ke bandara, mengantarkanku. memelukku sesaat sebelum aku check in. aku sudah lebih tegar lagi. aku tau, setelah ini pun aku harus siap dengan ketakutanku untuk kehilangannya...
aku memang bukan gadis dewasa. aku kembali menghilang. aku lebih takut kehilangan ia daripada harus menghilang terlebih dahulu. aku meninggalkannya tanpa jejak. yang ku tau ia baik baik saja dari pantauan teman-temanku yang sekampus dengannya.
tahun ini, tahun keenam sejak aku mengenalnya. aku sudah semester 5 sekarang. aku telah ikhlas untuk kehilangannya. setelah bersabar menghadapinya...
setelah aku ikhlas, ia kembali datang. tak bisa ku pungkiri, rasa itu masih ada. aku masih mengingatnya begitu lekat, begitu dalam. ia orang yang berpengaruh besar untuk hidupku. tapi, dia bukan untuk di kenang...
aku menepis semua rasaku. aku tau segalanya tak mungkin kembali seperti 4 tahun lalu, saat semua masih baik-baik saja.
aku tengah mengikhlaskannya. aku masih sempat menyebut namanya dalam do'aku. aku percaya, tak akan ada yang lebih indah dibanding menjaganya lewat do'a. dan aku memohon pada Allah, jika namanya yang ada dalam buku perjanjianku dengan Allah, aku memohon dengan sangat untuk menjaganya, menjaganya tetap dalam Iman, Islam, kesehatan, dan semangat serta senantiasa bahagia. jika memang dialah jodohku, aku tak mau lagi kehilangannya, untuk yang kesekian kali, kecuali maut tengah mengambilnya dari sisiku....
aku menceritakan segalanya, yang terjadi selama aku menghindar dan mengapa aku menghindar.
malam itu, ia datang ke rumahku, aku menangis sejadinya sebelum sosoknya muncul di depan rumahku.
malam itu, ia datang... rapi, dia bahkan terlihat lebih matang :")
ia memelukku erat, kemudian aku merasakan ada air mata menetes di pundakku, ia menangis....
ah ! aku berusaha tetap tegar. ku lepas pelukannya. aku taku aku tak pantas mendapatkannya dan iapun tak pantas lagi melakukannya. aku hanya tersenyum dan mengajaknya masuk.
aku tau, malam itu malam terakhir aku bisa memandangnya, sebelum jarak terbentang lebih jauh memisahkan kita.
aku tau ia sangat kecewa padaku. akupun tau telah mengecewakannya dengan caraku. mataku panas. ingin rasanya berteriak namun tetap ku redam dengan senyumku. meski terlihat begitu terpaksa. aku tau ini lebih baik daripada harus menangis menyesali yang telah terjadi...
itulah malam terakhir aku memandangnya, lekat. tapi aku harus menatapnya menitikkan air mata, sakit.
esok paginya...
ia datang ke bandara, mengantarkanku. memelukku sesaat sebelum aku check in. aku sudah lebih tegar lagi. aku tau, setelah ini pun aku harus siap dengan ketakutanku untuk kehilangannya...
aku memang bukan gadis dewasa. aku kembali menghilang. aku lebih takut kehilangan ia daripada harus menghilang terlebih dahulu. aku meninggalkannya tanpa jejak. yang ku tau ia baik baik saja dari pantauan teman-temanku yang sekampus dengannya.
tahun ini, tahun keenam sejak aku mengenalnya. aku sudah semester 5 sekarang. aku telah ikhlas untuk kehilangannya. setelah bersabar menghadapinya...
setelah aku ikhlas, ia kembali datang. tak bisa ku pungkiri, rasa itu masih ada. aku masih mengingatnya begitu lekat, begitu dalam. ia orang yang berpengaruh besar untuk hidupku. tapi, dia bukan untuk di kenang...
aku menepis semua rasaku. aku tau segalanya tak mungkin kembali seperti 4 tahun lalu, saat semua masih baik-baik saja.
aku tengah mengikhlaskannya. aku masih sempat menyebut namanya dalam do'aku. aku percaya, tak akan ada yang lebih indah dibanding menjaganya lewat do'a. dan aku memohon pada Allah, jika namanya yang ada dalam buku perjanjianku dengan Allah, aku memohon dengan sangat untuk menjaganya, menjaganya tetap dalam Iman, Islam, kesehatan, dan semangat serta senantiasa bahagia. jika memang dialah jodohku, aku tak mau lagi kehilangannya, untuk yang kesekian kali, kecuali maut tengah mengambilnya dari sisiku....
1 komentar:
I love your story :)
Salam kenal dari binarpraja.blogspot.co.id di Semarang :)
Posting Komentar